Pelan-pelan kubuka mataku, ragu-ragu kucoba melihat objek yang telah kutabtak -atau menabrakku- . Dari style pakaiannya sih, murid juga. Fyuuh…jadi lumayan lega. Tappiii,,, siapa ya? Loh, kok aku jadi dag-dig-dug.
Siapa sih? Eh, pake topi, mukanya enggak kelihatan. Siapa sih? Eh, noleh..
“UKYAAAA…!!!!! SETAAAANNNN…!!!”
“Setan, setan, elo tu yang setan! “ dia memukul kepalaku “makanya melek dong!”
“Eh,,, Gilang, maaf ya?”
“Maaf, maaf. Enak banget elo minta maaf.”
“Aku kan enggak sengaja,,,”
“Makanya dong, kalo jalan pake mata, melek! “
“Udah dong Lang, Tara kan udah minta maaf” Chika datang membela. Oh, Thank God, thanks Chika,,
“Tapi Ka..”
“Udah, pergi yuk Ra,” Chika menarikku pergi.
Kami diam beberapa saat, berjalan beriringan menuju taman belakang. Wajah Chika tak secerah pagi yang hangat. Tiba-tiba mukanya suram, apa karna Gilang?
“Kamu kenapa Ka?”
“Eh? Enggak knpa-knapa kok..” Chgika tersenyum, maksa.
“Udah lah, crita aja, knapa, ga usah pake senyum enggak ikhlas kaya gitu, maksa banget, gak enak lagi.”
“Kamu nih!” Chika mencubit lenganku.
Aku nyengir. Chika tiba-tiba berubah 360 derajat. Dia memainkan jari-jarinya, matanya menatap langit, seakan menonton film masa lalunya. Aku diam. Kami diam beberapa waktu, tak berkata apa-apa, sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
“Kamu,,kenal Gilang?” Chika mulai memecah sunyi.
“Gilang? Bocah yang tadi?”
“Iya, kamu kenal?”
“Enggg… enggak juga sih, cuman tau nama ama kelasnya, kita satu tim di jurnalis..”
“Ohh…”
“Emang kenapa?”
“Enggak, cuman nanya aja.”
“Tapi kayaknya enggak gitu deh. Dia,,, Gilang itu siapa kamu? Kamu kenal kan?”
“Yah, temen SMP aku.”
“Wah,,, berarti kamu kenal dong.”
“Gitu deh…”
“Gilang nyebelin banget ya?”
“Nyebelin gimana Ra?”
“Yaa,,, gitu. Sok cakep, sok keren, sok cool, pokoknya nyebelin deh!”
“Masa sih? Emang iya ya? Kayaknya enggak juga deh. Kamu belum kenal aja siapa Gilang.”
“Emang sih,,, tapi ga kenal juga nggak masalah, aku males kenal sama orang aneh kaya dia. Heran deh, kok ada ya cewe yang suka sama dia? Heran deh!”
“Ahahaha… kamu lucu Ra!”
“kenapa?”
“kayaknya benci banget sama dia, awas loh, ntar bisa-bisa benci jadi cinta.”
“WHAT?! NO WAY ! THAT’S IMPOSSIBLE!!!”
“Anything possible Ra!”
Aku cemberut, ngambek, persis kaya anak kecil. Chika menarikku, “Udah, gak usah ngambek, ayo jalan, bentar lagi busnya mau berangkat.” Aku mengangguk. Akhirnya tanpa ba-bi-bu aku ngebuntut dibelakang Chika. Diam. It’s-cause-of-him.
.:~♥~:.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar