Uwaahh…finally we left our blue school. Yeiyeiyy…!!! ><
It will be my best trip.
“Ayo semuanyaaa!!!” Wawan berdiri didepan dengan gitar mininya siap memmberi aba-aba, “Satu, Dua. Tiga! Disini senang, disana senang, dimana-mana hatiku senang..”
Wawan nyanyi dengan super PeDe diiringi gitar mininya dan suara amat-sangat-merdu-nya. Persis kayak orang lagi ngamen! Dan menurut aku, dari semua penampilannya –costume, music, voice & performance- yang paling bagus cuman topi yang bertengger dikepalanya. Dan lainnya… ehm,,, aku harus bilang ‘maaf, anda belum beruntung’. Pasti kamu udah bisa bayangin kan apa reaksi para ‘penghuni’ bus kita…
“Woooiii,,, turuuuun!!! Turuuunnn!!!”
“Baaah,,, ngapaain sih Lo?”
“Dieeemmm,,,,!!!!”
“Mo ngerusak kuping gue ya?”
Yah, pastinya serangkaian protes yang dibalut dengan kulit kacang crispy renyah kemudian digoreng dengan sorakan ‘Huuuu…!!!’ dari seantero penduduk bumi.
“iye, iye, ngaku aja kalo elo pada iri sama gue kan ?” Wawan yang udah terlahir dengan sifat cuek-bebek dan narsis abis sih tetep aja ngeyel. Untung ada Alex si pawang Wawan yang berhasil nenangin dia, kalo enggak, aku yakin dia udah dimangsa sama ‘harimau-harimau’ kelaparan.
And finally,,, bus kembali rame, namun lebih baik karna si Wawan udah berhasil dikendalikan. Aku tengok kanan-kiri. Ada yang dengerin i-pod, maen hape, ngobrol, baca komik, tidur, dan… eh? Chika kok diem aja? Biasanya kan dia yang paling heboh. Apa jangan-jangan sakit?
“Chik, kenapa, kok diem aja?”
“Eh? Enggak kok, cuman dikit pusing.”
“Kamu sakit ya?”
Chika diem. Aku coba periksa keningnya. Enggak panas. Aku pegang tangannya. Dingin…
“Chik?” She still said nothing. Oh God, Now, I’m totally scared.
“Chika? Please,,, say something!”
“I’m okay Ra, don’t worry…” dia tersenyum, mencoba tuk yakinkanku.
“Yakin nih?”
“Hundred percent!” Chika mengedipkan sebelah matanya, memberi isyarat I’m-okay-Ra. Aku mengangkat sebelah alis mataku. Chika tersenyum simpul, “Just need sleep for a while.”
“Oh~ Okay.”
Aku membiarkannya tidur. Sepi, gak ada temen ngobrol. Untung aja aku bawa novel, so, aku baca-baca sambil dengerin i-pod kesayangan aku. Lumyan lah, daripada bengong kagak jelas.
Sepuluh-duapuluh menit, everything is ok.
Tiga puluh menit berikutnya aku mulai jenuh. Ternyata baca sambil naek bus naik-turun gunung gak asyik. Akhirnya akau putusin buat lihat pemandangan diluar, hal yang paling aneh buat Chika, tapi emang asyik buat aku.
“Ngapain liat keluar jendela? Kurang kerjan banget deh!” kata Chika waktu kita jalan-jalan ke kota JJ semester lalu.
“Yee… biarin! Kan lumayan bisa tau tempat-tempat yang belum pernah aku lihat, biar enggak kuper gitu…” kataku membela diri.
“Jiaahh,,, dasar kao! Aneh!”
Ya, dia selalu comment soal kebiasaanku yang dia kata ‘aneh’. Dan aku selalu punya argumentasi soal kebiasaan dan pendirianku.
Balik ke jalan. Ini benar-benar keren! Aku disuguhin pemandangan super keren dan udara super fresh. Tebing-tebing, lereng, kebun the, dan… Oops! Gak sengaja mataku menangkap sesosok manusia berjaket hitam lagi berhenti dipinggir jalan, bareng motor dan kawan-kawannya. Tampangnya rada imut dan sedikit preman, muka arab gitu, aku enggak bisa jelasin lebih spesifik karna aku enggak lihat dia dengan jelas. Yang jelas mata kami saling beradu untuk beberapa saat. Swear! Ini bener-bener enggak sengaja! Aku bener-bener enggak sengaja liat cowo arab itu. Sekali lagi, secara gak sadar, aku noleh kearahnya yang masih mematung ditepi jalan ngeliatin bus aku yang mulai menjauh.
.:~♥~:.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar